Sri Mulyani Tolak Pandangan Daya Beli Warga Menurun, Jelaskan Deflasi Berkat Bantuan Pemerintah

by -di lihat 0 kali



, JAKARTA — Menteri Keuangannya

Sri Mulyani Indrawati

membantah adanya penurunan

daya beli masyarakat

usai terjadi

deflasi

pertama kali dalam 25 tahun terakhir pada Februari 2025 dan berlangsung secara tahunan.

Sri Mulyani menilai ada kesalahpahaman terkait dengan kejadian deflasi ini. Dia berpendapat bahwa deflasi atau pengurangan harga tak disebabkan oleh kurangnya permintaan publik, melainkan lantaran pemerintah baru-baru ini telah menyediakan cukup banyak insentif fiskal.

Dia mencontohkan, pemerintah memberikan

diskon listrik 50%

di Januari—Februari 2025. Di samping itu, menjelang Idul Fitri, terdapat pengurangan biaya jalan bebas hambatan sampai dengan harga karcis penerbangan.



Deflasi Berturut-turut Hingga Februari 2025, Apakah Kekuatan Pembelian Konsumen Menjadi Lebih Lembek?

“Maka mari kita coba mengerti saja tentang fenomena deflasi ini sebab pemerintah telah memberikan bantuan yang cukup besar kepada rakyat,” terang Sri Mulyani saat berbicara pada konferensi pers di kantor Kemendagri, hari Kamis tanggal 13 Maret 2025.

Dia mengilustrasikan bahwa meski ada ketidakpastian global dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia berhasil menjaga pertumbuhan konsumsi masyarakat sekitar 5%. Setelah pandemic COVID-19, konsumsi rumah tangga meningkat 4,9% pada tahun 2022, 4,8% pada tahun 2023, serta diperkirakan akan naik menjadi 4,94% pada tahun 2024.

:


Dua Bulan Tanpa Penjualan Coretax, Pendapatan Pajak Turun 30% Per Februari 2025

Ini merupakan salah satu prestasi Indonesia dalam hal stabilitas yang sangat mengagumkan.

Growth

Pertumbuhan masih berlanjut, harga tetap rendah, serta kontribusi dari pengeluaran keluarga juga tetap terkontrol,” kata Sri Mulyani.

Sebelumnya, BPS (Badan Pusat Statistik)

BPS

Melaporkan Indeks Harga Konsumen atau IHK untuk bulan Februari 2025 menunjukkan adanya deflasi dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyatakan adanya pengurangan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari angka 105,58 di bulan Februari 2024 hingga mencapai 105,48 di Februari 2025, yang berarti terdapat deflasi sebesar 0,09%.

year on year

/Tahunannya tersebut merupakan deflasi pertama dalam 25 tahun terakhir.

Menurut data dari BPS, deflasi tahun-ke-tahun sempat terjadi di bulan Maret 2000 dengan tingkat deflasi mencapai 1,01%. Hal ini disampaikan olehnya saat memberikan keterangan pers pada hari Senin, tanggal 3 Maret 2025.

Kelompok Perumahan, Air, Listrik, serta Bahan Bakar untuk Keluarga merupakan kontributor terbesar dalam pengurangan Indeks Harga Konsumen di masa tersebut. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, barang-barang berupa tariff listrik yang masuk ke dalam kategori itu menunjukkan penurunan harga atau deflasi sebanyak 46,45% (Year-on-Year) pada bulan Februari tahun 2025, dengan dampak deflasi sekitar 2,16 persen.

Meskipun begitu, Amalia menjelaskan bahwa tekanan inflasi pada bagian Inti mengalami kenaikan year-on-year dibanding bulan sebelumnya. Karena alasan tersebut, ia menolak adanya penurunan kemampuan konsumsi masyarakat.

Amalia menjelaskan bahwa bagian utama terjadi kenaikan harga sebesar 0,25% setiap bulan dan 2,48% tiap tahunnya meskipun secara total ekonomi sedang alami penurunan harga.

Umumnya, kemampuan membeli tersebut berhubungan dengan bagian Inti. Bagian ini merupakan sumber inflasi paling besar,

andil 1,58%,” ujarnya.

Tentang Penulis: Samsul Budaeri

Gravatar Image
Samsul Budaeri adalah seorang penulis dan koresponden di media online BOGORMEDIA. Dia juga sebagai Admin di website media tersebut.

No More Posts Available.

No more pages to load.