Senja Gemerlap: Kesunyian yang Berbisik melalui Jendela Kereta

by -di lihat 19 kali
Senja Gemerlap: Kesunyian yang Berbisik melalui Jendela Kereta

Pukul 17.00 WIB. Stasiun Sumbergempol Tulungagung ramai dengan para penumpang yang sudah bersiap untuk memulai perjalanan mereka. Sebagian besar dari mereka merupakan mahasiswa yang menuntut ilmu di sebuah universitas negri agama di Tulungagung. Di sore hari tersebut, saya juga akan segera melanjutkan perjalananku menuju kota Jombang.

Kesan hangat meliputi atap teras saat menunggu dengan beberapa penumpang yang memegang beragam bagasi, mulai dari tas selempangan sampai kotak besar. Barang-barang tersebut mungkin dipenuhi hadiah buat kerabat di tempat tinggal mereka.

Walaupun dipadati orang, tak terdapat kemacetan yang berlebihan. Segalanya berjalan dengan rapi. Saya duduk di bangku peron dan menanti kedatangan kereta sambil merasakan tiupan angin senja.

Saat kereta Commuter Line Dhoho tiba, ada hal yang mencolok berbedanya. Bisa jadi karena sedang bulan Ramadhan, saya merasakan aura persatuan yang semakin kuat dalam perjalanannya.

Sejumlah penumpang turut menggendong bagasi, menyapa dengan senyuman tulus, serta sebagian lagi bercerita santai. Setelah itu, saya melanjutkan langkah menuju gerbong dan memilih tempat duduk di sisi jendela.

Beberapa saat kemudian setelah kereta mulai berjalan, petugas memberitahu melalui sistem Pengumuman Publik bahwa waktu Maghrib sudah datang. Saya pun merogoh tas untuk mencari bekal—yaitu satu botol air mineral dan beberapa buah kue—kemudian memulai berbuka puasa dengan sederhana.

Saya menengok ke segala arah, dan ternyata nyaris seluruh penumpang tengah sibuk dengan aktivitas serupa. Beberapa menggendong bekal nasi kotak dari kediamannya sendiri, beberapa lain memboyong camilan hasil pembelian mereka di stasiun terdahulu, serta tidak sedikit juga yang saling bagi-bagi hidangan bersama kawan-kawannya.

Atmosfer ini sangat penuh dengan kemanusiaan. Tak ada pembatas antara para penumpang satu sama lain. Saya menyaksikan seorang ayah memberikan roti kepada si kecil di sisinya.

Seorang wanita dengan kesabaran menyeduhkan minuman panas bagi anaknya. Sejumlah remaja membagikan camilan kepada kawan-kawannya. Pada saat buka puasa kali ini, segala batasan menghilang, terganti oleh rasa hangat serta persahabatan yang erat.

Saya mengerti bahwa berpuasa membuka di atas kereta tidak hanya untuk menetralisir rasa haus dan lapar, namun juga terdapat arti dari pembagian serta merasakan kesejukan bersama selama perjalanan.

Ramadan benar-benar memiliki caranya sendiri dalam mengajar arti dari kebajikan.

Saat berbuka puasa, saya memandang ke luar jendela. Sore hari perlahan mengcover atlet.

Sinar emas memantulkan diri pada padang padi yang luas. Warna itu kian menguning-keperakan. Kendaraan tersebut meluncur perlahan, menerobos masuk ke dalam perkampungan kecil bergaya hidup sederhana dimana cahaya dari jendela-jendelanya mulai terpancar layaknya bintang-bintang bersinar-sinari.

Sentimen romantis selalu hadir saat menaiki kereta. Kesan mistis seolah memenuhi udara. Matahari senja bergoyang di balik jendela. Bunyi rel yang menyatu dengan ingatan datang dan pergi.

Sinar matahari yang makin menurun tersapu keheningan. Bayang-bayang pohon bergoyah mengikuti irama gerakan kereta.

Segalanya tampak seperti bayang-bayang kenangan yang berganti-ganti di pikiran.

Memandang keluar jendela kaca

Jejak berlarian ke belakang

Berebut jadi masa silam

Di kursi kereta aku duduk diam

Di manakah masa depan

Di manakah masa silam

Apabila sekarang waktu terhenti

Kereta bergerak menuju takdir yang tidak pasti

Hendak diburu

Angan-angan yang usang

Hilang ketlingsut di awang-awang

Dirajam sunyi alang kepalang

Perjalanan ini lebih dari sekedar pindah fisikal antar kota; itu juga adalah sebuah petualangan batin yang menghubungkan tiap momen perjalanannya dengan kenangan yang terus menyala kembali.

Umumnya, saat naik mobil ataupun bis, saya cuma memusatkan perhatian pada titik akhir dan berharap cepat tiba di sana. Tetapi, kali ini sangatlah berlainan. Kini saya merasakan kepuasan dari tiap detil selama perjalanannya.

Saya mengerti bahwa perjalanan tidak sekadar berfokus pada akhirnya tiba di tempat tujuan, namun juga menikmati dan mencerminkan tiap momen yang dilalui.

Dari jendela gerbong kereta, saya menyaksikan aktivitas di sekitar mengikuti alur masing-masingnya. Balita bermain bebas di taman depan rumah-rumah tersebut. Jalanan penuh sesak oleh para pengemudi yang tak diketahui tujuannya kemana.

Segalanya membuatku menyadari bahwa tiap petualangan punya kisah masing-masing. Hanya saja kita harus menghabiskan waktu untuk merasakannya.

Pengalaman ini telah membekali saya dengan sudut pandang baru terkait kembali ke rumah. Perayaannya bukan sekadar tradisi musiman, melainkan momen untuk introspeksi, memori, serta menyelami seluruh prosesnya.

Kereta Commuter Line Dhoho sudah mengantarkan saya sampai tujuan. Saat dalam perjalanannya, saya menyerap atmosfer dari pengalaman berpergian sebenarnya.

Saat akhirnya sampai di Jombang, saya turun sambil merasakan kelegaan. Tidak hanya berhasil mencapai destinasi dalam kondisi aman, tapi juga mengumpulkan kisah dan pemikiran memukau untuk dibawa pulang.

Ramadan sungguh dipenuhi dengan berkat. Pada perjalanan kali ini, terasa seolah-olah saya dilahirkan kembali.[

Tentang Penulis: Samsul Budaeri

Gravatar Image
Samsul Budaeri adalah seorang penulis dan koresponden di media online BOGORMEDIA. Dia juga sebagai Admin di website media tersebut.

No More Posts Available.

No more pages to load.