Gubernur Bali: Nama Nyoman dan Ketut Kini Terancam Punah

by -di lihat 0 kali

Nama Nyoman serta Ketut perlahan-lahan menghilang. Kedua nama tersebut adalah sebagian dari sistem pemberian nama adat di pulau Bali dan kini semakin jarang digunakan. Di dalam budaya lokal Bali, biasanya orang tua memberikan nama Nyoman kepada buah hati mereka yang ketika itu menjadi si bungsu, sedangkan sang keempat mendapat gelar Ketut.

Penyusutan dalam penggunaan nama Nyoman dan Ketut menjadi keprihatinan bagi pemerintahan Bali karena hal tersebut mengancam warisan budaya dan tradisi mereka. Karena alasan itu, otoritas setempat berupaya keras memelihara nama-nama Nyoman dan Ketut agar tetap lestari.

Untuk selengkapnya, berikut




telah rangkum informasi mengenai

Nama Nyoman dan Ketut berisiko menghilang.

Nama Nyoman dan Ketut Kini Terancam Punah

Gubernur Bali, Wayan Koster mengatakan bahwa saat ini pemberian nama Nyoman dan Ketut mulai berkurang.

Data untuk tahun 2023 mengindikasikan terdapat kira-kira 758.174 murid di tingkat SD, SMP, serta SMA/SMK/SLB di Pulau Bali. Di antara jumlah tersebut, sebanyak 595.931 orang pelajar atau setengahnya yakni 79% menyandang nama-nama asli Bali, sedangkan selebihnya kurang lebih mencapai 21% tidak menggunakan nama dengan asal-usul Bali.

Dari total tersebut, terdapat 233.013 anak yang menggunakan nama Putu, Wayan, atau Gede, menyumbang 39 persennya. Sementara itu, 215.731 anak lainnya mengadopsi nama Made, Kadek, atau Nengah, mencapai angka 36 persen.

Pada saat yang sama, terdapat sebanyak 109.198 individu atau 18% dari populasi yang bernama Komang dan Nyoman, sementara nama Ketut digunakan oleh 37.389 anak, setara dengan kira-kira 6%.

Berdasarkan informasi tersebut, terlihat bahwa frekuensi pemakaian Nyoman dan Ketut kurang banyak daripada nama-nama yang lain.

Sebab Nama Nyoman dan Ketut Hampir Musnah

Sebuah nama dapat mengindikasikan urutan kelahiran seorang anak di Bali. Anak sulung umumnya mendapat gelar Wayan, Putu, atau Gede. Anak keduanya kemudian dikenal dengan nama Made, Kadek, atau Nengah. Sedangkan untuk anak ketiganya sering kali menggunakan nama Nyoman, sedangkan anak keempat lazim mempunyai nama Ketut.

Wayan Koster mengatakan bahwa peningkatan penggunaan nama Nyoman dan Ketut dikarenakan oleh perlambatan pertumbuhan populasi di Bali. Dia menjelaskan bahwa jumlah penduduk Bali terus merosot setiap tahunnya.

Saati ini, jumlah orang tua di Bali yang memiliki tiga atau empat anak sangat jarang. Ini menjadi alasan mengapa nama Nyoman dan Ketut nyaris punah.

Gubernur Bali Berharap Melindungi Nama Nyoman serta Ketut

Wayan Koster mengatakan bahwa penurunan jumlah pemberian nama Nyoman dan Ketut patut mendapat perhatian dari seluruh lapisan masyarakat. Dia menekankan bila masalah ini tidak segera diatasi, kedua nama tradisional itu berpotensi hilang sama sekali.

“Nama depan Nyoman serta Ketut nyaris lenyap dari pulau Bali. Perlu kita lindungi, sebab jika tidak, Nyoman dan Ketut hanya akan ada di museum saja. Saya berharap agar kedua nama ini tetap dilestarikan,” ungkap Wayan Koster dalam agenda Sidang Paripurna Spesial ke-9 DPRD Provinsi Bali pada hari Selasa (4 Maret 2025).

Usaha Pemerintah untuk Memperjuangkan Kelestarian Nama Nyoman serta Ketut

Wayan Koster mengatakan bahwa pemerintah Bali berencana memberikan insentif kepada anak-anak yang diberi nama Nyoman atau Ketut untuk menjaga warisan budaya tersebut.

Di samping itu, mulai tahun 2025, para orang tua yang mampu memiliki hingga tiga atau empat anak juga berhak mendapatkan insentif.

Apakah Mama dan Papa sependapat dengan langkah yang diambil oleh pemerintah untuk melindungi keberadaan nama Nyoman dan Ketut yang kini terancam punah?

Tentang Penulis: Samsul Budaeri

Gravatar Image
Samsul Budaeri adalah seorang penulis dan koresponden di media online BOGORMEDIA. Dia juga sebagai Admin di website media tersebut.

No More Posts Available.

No more pages to load.