Malu Besar,Intelijen Israel Gempar Saat Komandan Batalyon Pantai Hamas Bebas Berjalan-jalan di Gaza

by -di lihat 1 kali


Malu Besar, Intelijen Israel Gempar Saat Komandan Batalyon Pantai Hamas Bebas Berjalan-jalan

Citra intelijen Israel sebagai satu di antara unit militer paling valid dalam pengumpulan data dan spionase kembali tercoreng.

Kali ini, badan dan unit intelijen Israel menghadapi malu besar soal keberadaan komandan Batalyon Pantai gerakan Hamas, Haitham Al-Hawajri.

Sebagai informasi, pada 3 Desember 2023 silam, tentara pendudukan Israel (IDF) merujuk pada informasi intelijen Israel, mengumumkan telah mengeleminasi Al-Hawajri dalam sebuah serangan.

dikutip Kamis (6/2/2025).

Hal ini setidaknya merupakan insiden ketiga di mana seorang pemimpin militer senior Hamas muncul setelah Israel mengumumkan pembunuhannya.

“Menghadapi rasa malu intelijen ini, tentara pendudukan Israel dan Shin Bet mengakui kesalahannya, dan menjelaskan bahwa pengumuman sebelumnya didasarkan pada informasi intelijen yang kemudian terbukti tidak akurat,” kata laporan itu.

Bukan Kesalahan Pertama

Al-Hajri bukan satu-satunya pemimpin lapangan gerakan Hamas yang muncul setelah pembunuhannya diumumkan Israel.

Sebulan sebelumnya, Hussein Fayyad, komandan Batalyon Beit Hanoun Hamas, terlihat menghadiri pemakaman warga Palestina di Gaza utara.

Padahal, Israel mengklaim telah membunuhnya Mei tahun lalu saat membombardir Jabalia, Gaza Utara.

Tentara pendudukan Israel menggambarkan Fayyad sebagai orang yang bertanggung jawab atas peluncuran banyak rudal anti-tank dan mortir ke pemukiman Israel selama perang Gaza.

Pada pemakaman tersebut, Fayyad memberikan pidato di mana ia berbicara tentang “kemenangan Gaza atas tentara pendudukan Israel,”.

Pidato ini mengonfirmasi kemunculannya baru-baru ini, kalau dia masih hidup, setelah gencatan senjata Gaza terjadi.

.

Peristiwa serupa lainnya terjadi dengan Mahmoud Hamdan, komandan batalyon lingkungan Tel al-Sultan di Rafah, yang juga dikenal sebagai pengawal pribadi martir pemimpin Hamas, Yahya Sinwar.

“Awalnya, tentara pendudukan Israel mengumumkan pembunuhannya dalam serangan udara, tetapi kemudian, setelah Sinwar syahid pada September 2024, ternyata Hamdan tetap hidup hingga akhirnya benar-benar meninggal dalam bentrokan lain dengan pasukan pendudukan Israel,” papar laporan tersebut.

Validitas dan Kredibilitas Intelijen Israel Kini Dipertanyakan

Kesalahan demi kesalahan ini berujung pada tercorengnya kredibilitas dan validitas informasi intelijen dari unit intel militer Israel.

.

Surat kabar berbahasa Ibrani itu menunjukkan bahwa Hamas masih memiliki pemimpin terkemuka di Jalur tersebut yang berkontribusi dalam membangun kembali kekuatan gerakan tersebut.

Di antara mereka adalah Mohammed Sinwar, yang diyakini menggantikan saudaranya Yahya sebagai pemimpin gerakan, serta pemimpin brigade seperti Mohammed Shabana, komandan Brigade Rafah, dan Izz al-Din Haddad, komandan Brigade Gaza.

Surat kabar itu menjelaskan kalau semakin tinggi pangkat pemimpin Hamas yang menjadi sasaran Israel, semakin besar jumlah ‘modal’ dan ‘amunisi; yang digunakan Israel untuk memastikan pembunuhan tersebut.

“Di samping itu Israel harus berpeluh demi mengintensifkan upaya intelijen untuk mengonfirmasi keberhasilan operasi militer pengeleminasian target tersebut,” kata laporan tersebut.

Karena alasan ini, Israel ragu untuk segera mengumumkan pembunuhan para pemimpin terkemuka Hamas dan Hizbullah.

“Hasilnya, verifikasi pengeleminasian target operasi IDF memerlukan waktu berhari-hari atau bahkan berminggu-minggu,” papar ulasan tersebut.

Surat kabar itu menunjukkan kalau sepanjang perang Gaza, kritik meningkat soal klaim tentara pendudukan Israel mengenai angka “astronomis” yang diumumkan mengenai jumlah martir (petempur yang gugur) dari pejuang Hamas.

“Komandan lapangan IDF misalnya, mengklaim kalau beberapa laporan mengklaim bahwa satu batalyon militer Israel menewaskan 60 pejuang milisi Palestina di Beit Lahia dalam satu minggu, atau 150 di Shujaiya, tanpa bukti yang jelas untuk mengonfirmasi kebenaran angka-angka ini,” kata laporan tersebut.

, siapa pun (dari kelompok perlawanan Palestina) yang menjadi sasaran IDF di zona pertempuran didaftarkan pada “daftar pembunuhan,” tanpa memeriksa apakah ia benar-benar terbunuh atau hanya terluka.

, jumlah pejuang Hamas yang tersisa pada awal gencatan senjata per Januari 2025 diperkirakan sekitar 10.000 pejuang.

Gerakan ini juga mampu merekrut dan melatih ratusan pejuang baru dalam beberapa bulan terakhir.

Surat kabar berbahasa Ibrani tersebut menilai kalau insiden ini mencerminkan serangkaian kegagalan intelijen Israel yang mengaburkan keakuratan informasi yang diandalkan tentara pendudukan Israel dalam agresi militernya melawan Hamas di Jalur Gaza.

Kegagalan Israel mencapai target perang meski sudah ‘habis-habisan’ dalam 15 bulan agresi, diduga juga karena kelemahan unit intelijen mereka yang tidak mampu masuk ke dalam jaringan Hamas.

“Saat perang berlanjut, pertanyaan yang muncul adalah berapa banyak pemimpin yang diklaim Israel telah dibunuh, tetapi mereka mungkin muncul kembali di masa mendatang,” tulis sindiran ulasan tersebut soal keraguan mereka terhadap apa yang diumumkan pihak militer Israel.


(oln/khbrn/*)

Tentang Penulis: Samsul Budaeri

Gravatar Image
Samsul Budaeri adalah seorang penulis dan koresponden di media online BOGORMEDIA. Dia juga sebagai Admin di website media tersebut.

No More Posts Available.

No more pages to load.