Tak kunjung turun hujan, sejumlah mata air di Ciamis mulai mengering. Bahkan, situ di Situs Jambansari yang berada di wilayah Kota Ciamis pun terus menyusut dan kering sejak sekitar dua pekan terakhir.
Juru kunci situs Jambansari, Bunyamin (96) menuturkan air di situ tersebut sudah mulai kering sejak perayaan Idul Fitri lalu. Sebelumnya, debit air menyusut sedikit demi sedikit sehingga akhirnya situ yang pada masanya digunakan Kanjang Dalem sebagai tempat mandi itu akhirnya mengering.
“Sudah ada dua minggu seperti itu kondisinya. Air yang mengalir keluar masih ada, tapi sedikit sekali,” ujarnya saat ditemui beberapa waktu lalu.
Bunyamin menuturkan sejak puluhan lalu, situ tersebut sebenarnya tak pernah mengering meski musim kemarau. Pasalnya, air yang dihasilkan berasal dari sejumlah mata air. Alhasil, banyak warga yang kerap datang ke lokasi itu untuk memperoleh air saat musim kemarau melanda.
Namun, ia mengungkapkan, kondisi itu sempat terpatahkan pada tahun 2010 lalu kala Indonesia mengalami kemarau yang sangat panjang. Pada saat itu, perlahan air di situ ikut mengering.
“Selama saya menjadi juru kunci disini, baru dua kali situ jambansari mengering, yakni pada 2010 lalu dan sekarang. Waktu 2010 memang kemaraunya panjang sekali, tapi untuk tahun ini entah kenapa cepat sekali airnya hilang,” ujarnya.
Lebih jauh, Bunyamin mengaku tak mengerti penyebab utama keringnya mata air di situ yang konon memiliki airnya berkhasiat sebagai pengobatan. Namun, ia memperkirakan kondisi itu berkaitan erat dengan kerusakan alam yang terjadi.
“Kita harus menjaga alam dengan baik. Kondisi yang terjadi seperti sekarang dan pada 2010 lalu, mestinya jadi pelajaran untuk menghargai dan menjaga alam,” katanya.
Sementara, di lokasi lain, yakni di Kecamatan Baregbeg puluhan warga harus rela antri di salah satu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) untuk bisa mendapatkan air bersih. Bahkan, warga menggunakan toilet spbu untuk kebutuhan MCK sehari-hari.
Nandang, salah seorang warga mengaku kekeringan yang terjadi saat ini menjadi masalah baru untuknya. Setelah seharian bekerja ia juga harus mengantri mengambil air ke spbu yang jaraknya relatif jauh dari rumah. Dalam sehari ia harus tiga kali mondar-mandir mengangkut air untuk kebutuhan dirumah.
“Sehari itu butuh 6 jeriken. Sekali ngangkut 2, artinya say harus bulak balik 3 kali untuk mengangkut air,” katanya.
Nandang mengaku harus rela antri di spbu karena air dari PDAM yang mengaliri rumahnya tak lagi keluar sejak beberapa bulan terakhir. Sementara, sumur warga pun sudah tak lagi mengeluarkan air akibat kemarau yang berlangsung.
“Kami juga tidak tahu harus bagaimana lagi kalau air di spbu tidak ada. Mudah-mudahan, kemarau cepat berlalu,” katanya.
sumber : pikiran-rakyat.com